Persitiwa Perang Yamamah, perang menghadapi
bani Hanifah, kaumnya Musailimah al-Kadzab, adalah bentrok paling sengit
versus kelompok murtad. Perang ini memiliki cerita tersendiri bagi
penghafal Alquran. Panglima pasukan, Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu,
memberi mandat kepada pemegang bendera. Bendera tak boleh jatuh dari
tangan mereka kecuali karena mati. Dan jangan pula diambil dari mereka
kecuali sebelumnya ruh mereka telah diambil.
Bendera Muhajirin dipanggul oleh Abdullah bin Hafsh bin Ghanim
al-Qurasyi. Panji Muhajirin terus berkibar bersamanya hingga ia
terbunuh. Kemudian diserahkan kepada Salim, maula Abi Hudzaifah radhiallahu ‘anhu.
Salim mengatakan, “Aku tidak mengerti, mengapa kalian serahi aku
bendera ini? Menurut kalian penghafal Alquran akan teguh kokoh hingga
wafat, sebagaimana pemegang sebelumnya?”
Orang-orang Muhajirin mengatakan, “Iya, lihat apa yang akan terjadi nanti? Apa engkau khawatir kami ditimpa kekalahan karenamu?”,
“Kalau seperti itu, maka aku adalah seburuk-buruk penghafal Alquran,” bantah Salim menepis keraguan kaumnya.
Salim mengepal panji muhajirin. Dia tahu, hal
ini adalah perjanjiannya dengan Allah dan kaum muslimin. Janji untuk
tidak menyerah dan membiarkan bendera pupus terlepas. Salim genggam erat
bendera dengan tangan kanannya, hingga tangan kanannya putus tertebas.
Lalu pindah ke tangan kirinya, hingga mengalami nasib serupa. Kemudian
ia apit hingga tersungkur, sampai akhirnya ruh berpisah dengan jasadnya.
Salim pun menepati janjinya. Ia gugur sebagaimana penghafal Alquran,
pemegang panji sebelumnya.
Di saat kritis, Salim bertanya bagaimana keadaan temannya (mantan
tuannya), Abu Hudzaifah, “Apa yang terjadi pada Abu Hudzaifah?”
Orang-orang menjawab, “Ia terbunuh (syahid)”. “Letakkan aku bersamanya,”
Salim meminta dimakamkan satu liang dengan mantan tuannya. Lalu
keduanya dikumpulkan dalam satu makam. Keduanya syahid. Mereka berkumpul
di perut bumi sebagaimana waktu menginjakkan kaki di atasnya. Mereka
hidup bersama dan wafat bersama. Mereka bersama di saat hijrah dan
bersama saat kemenangan tiba. Semoga Allah meridhai keduanya.
Pelajaran:
Alquran adalah panji Islam. Para penghafal
Alquran adalah pemegang panjinya. Oleh karena itu, mereka diprioritaskan
membawa panji Islam di tengah kecamuk perang. Pembawa Alquran adalah
mereka yang membawanya dalam wujud ilmu dan amal. Mereka memuliakan diri
dengan Alquran. Kemudian Islam memuliakan mereka. Dan Allah menjadikan
mereka mulia.
Lalu muncul orang-orang yang menjadikan
ayat-ayat Alquran sebagai barang dagangan. Mereka membaca ayat-ayatnya
untuk orang yang wafat. Mengekspresikan duka cita dan kesedihan. Mereka
telah menghinakan diri atas nama penghafal Alquran. Kemudian Allah
hinakan, karena buruknya apa yang mereka buat.
Puji syukur kepada Allah, di bumi ini tidak pernah kosong dari
penghafal Alquran. Tidak pernah bumi kehilangan mereka para penegak
hujjah. Mereka memenuhi panggilan Allah, terwujud dalam prilaku dan
cinta kasih. Tentu banyak para penghafal Alquran yang memahami apa yang
mereka hafali. Mereka menggagas kebangkitan dengan Alquran itu.
Melakukan sesuatu untuk kemuliaan Islam dan meninggikan panji-panji
Alquran. Panji kebenaran, keadlian, persaudaraan, dan kebaikan untuk
kemanusiaan.
Semoga Allah memperbanyak penghafal Alquran. Mereka mengilmui dan beramal sesuai dengannya.
Oleh: Nurfitri Hadi
0 komentar:
Posting Komentar