الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اما بعـد
قال الله تعالى: اعوذبالله من الشيطان
الرجيم
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Jama’ah
Jum’at rahimakumullah,
Kepemimpinan atau dalam terminologi Islam disebut
sebagai imamah atau imaroh adalah perkara
ibadah yang dihukumi fardhu kifayah. Bahkan dalam situasi genting ketika
martabat dan eksistensi umat Islam sedang terancam, maka boleh jadi perkara ini
dapat dihukumi wajib bagi setiap pribadi-pribadi muslim untuk memilih pemimpin
yang dapat menyelamatkan kehormatan, eksistensi, hingga akidah ummat Islam. Sebagai
contoh, pada suksesi kepemimpinan nasional saat ini, umat Islam memiliki
peluang secara tidak langsung untuk menentukan siapa pemimpin Jakarta
selanjutnya sebagai konsekwensi dari undang-undang yang mengharuskan seorang
Gubernur untuk melepaskan jabatannya apabila nanti terpilih sebagai Presiden.
Secara otomatis, berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004, maka kekuasaan
Gubernur jatuh ke tangan wakil gubernur yang dalam hal ini secara aqidah jelas berbeda dengan
mayoritas warga yang dipimpinnya.
Hukum atau undang-undang buatan manusia memang tidak
mempersoalkan masalah iman atau aqidah. Karena negara kita bukanlah negara
agama. Tetapi sebagai umat yang juga harus taat kepada Tuhannya, maka kita
tidak boleh sedikitpun meragukan hukum yang telah dibuat oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala seperti dalam firman-Nya berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasara menjadi pemimpin bagimu; sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk k`epada orang-orang
yang zhalim” (Q.s. al-Maidah: 51)
Pada ayat
yang lain, Allah Subahanahu wa Ta’ala juga berfirman:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ
مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي
شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى
اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang
kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri-Nya (atau siksa-Nya). Dan hanya kepada Allah
kembali (mu)” (Q.s.
Ali Imran: 28)
Pengecualian untuk boleh mengangkat pemimpin yang
tidak beriman pada ayat di atas hanya dalam rangka siasat untuk memelihara diri
dari sesuatu yang ditakuti. Tapi, saat ini umat Islam sama sekali tidak
memiliki alasan itu. Karena kita bukanlah minoritas yang terpaksa harus
bersiasat untuk mengalah demi memelihara diri dari tindakan zhalim. Justru kita
adalah umat yang memiliki izzah (kekuatan) sebagai mayoritas dan tidak
dalam ancaman atau tekanan yang membahayakan diri. Sehingganya, menjadi sebuah
kewajiban bagi umat Islam untuk memanfaatkan peluang suksesi kepemimpinan
nasional ini tidak hanya sekedar untuk menjalankan ibadah dan melahirkan
pemimpin nasional bagi bangsa ini tetapi sekaligus juga menyelamatkan
kehormatan ratusan ulama dan habaib yang berdomisili di Jakarta, 8.2 juta jiwa
umat Islam yang hidup di Jakarta, 5600 Majlis taklim, 3148 masjid (dikurangi 2
karena telah diratakan dengan alasan pembangunan), serta seluruh kantor dan
markas pusat organisasi dan pergerakan Islam berada di daerah yang kelak bakal
dipimpin oleh seorang yang bernama lahir Zhong Wanxie dan saat ini sedang
menjabat sebagai Wakil Gubernur.
Apakah ini isu SARA?! Tidak! ini bukan isu. Karena
kitab suci al-Qur’an tidak berisi kumpulan isu-isu. Al-Quran berisi
keterangan-ketarangan yang benar tanpa keraguan, Laa Raiba Fiihi. Al-Qur’an
juga tidak sedang melakukan manuver politik menjelang Pilpres. Karena
keterangan dalam ayat ini sudah ada sejak ribuan tahun sebelum Pilpres
dilaksanakan. Al-Quran mengandung petunjuk bagi mereka yang ingin memilih jalan
yang selamat dan menentramkan, Hudal lil Muttaqiin. Jangan
jadikan kata SARA sebagai penghalang seorang muslim dalam menyampaikan
kebenaran. Karena kebenaran dari Allah lebih tinggi nilainya dari apapun.
Jadi, kepada
Siapa seharusnya suara umat Islam dikontribusikan sebagai bentuk jihad siyasah?
Jawabannya adalah kepada sosok yang dapat menentramkan
umat Islam. Tak ada memang makhluk yang sempurna. Tidak ada sosok pemimpin yang
tanpa cacat. Namun, kaidah fiqih telah mengarahkan bahwa boleh memilih siapa
saja di antara dua pilihan yang baik. Bila yang satu buruk dan yang lainnya
baik, maka pilihlah yang baik itu. Tapi bila kedua-duanya buruk, maka pilihlah
yang paling sedikit keburukannya. Artinya, bila yang satu telah nyata
kebohongannya, maka berbaiatlah kepada pemimpin yang janji dan komitmennya
tegas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bila yang satu telah berkongsi atau bahkan telah
ditunggangi oleh kepentingan yang ingin memarjinalkan Islam maka berbaiatlah
kepada figur yang bertekad untuk mandiri dan berdaulat. Dan bila pilihan yang
satu akan berdampak bagi kemudharatan izzah umat Islam di suatu tempat,
maka ambillah pilihan yang menjamin kemaslahatan bagi semua umat manusia di
segala tempat.
Begitulah pentingnya kepemimpinan bagi umat Islam. Memilih
pemimpin bukanlah perkara sederhana. Ia merupakan hajat besar kehidupan
manusia. Memilih pemimpin tidak sekedar perkara cabang dalam agama. Namun
bagian dari masalah prinsip. Saking pentingnya perkara kepemimpinan,
Rasulullah berpesan dalam sabdanya:
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ
فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدُهُمْ
“Jika kalian bepergian bertiga, maka angkatlah
salah seorang sebagai pemimpin.” (H.r. Abu Dawud).
Sikap masa bodoh umat Islam terhadap perkara ini tentulah akan memberikan dampak yang fatal bagi kehidupan umat Islam sendiri. Sebagai bahan renungan, mari kita cermati realitas berikut ini. Belum dua tahun pemerintahan baru saat ini, di Jakarta kini proyek-proyek ‘basah’ seperti monorail dan pengadaan Bus Way ternyata justru ‘dikuasakan’ kepada pengusaha-pengusaha yang bermasalah dengan umat Islam.
Di Kalimantan Tengah, 90 persen pejabat muslim diganti
serta bantuan untuk masjid dan madrasah dipersulit. Padahal, jumlah umat Islam
di sana cukup besar. Di belahan dunia lainpun karena keteledoran umat Islam
dalam masalah ini, Islam mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
Di Nigeria, umat Islam dilarang untuk menunaikan
ibadah haji. Padahal jumlah umat Islam di negara itu lebih dari 70 persen dari
total penduduk. Di Palestina, kaum muda muslim dilarang shalat di
Masjidil Aqsho. Di Myanmar, umat Islam Rohingya mengalami genosida oleh
militer. Di Afrika Tengah, kaum muslimin dibakar, dicincang dan kemudian
dimakan mentah-mentah.
Inilah sekelumit fakta yang menunjukkan apabila umat
berada di bawah kekuasaan orang-orang yang tidak beriman. Sungguh miris memang,
ketika jumlah umat Islam minoritas atau tidak sedang berkuasa, mereka sering
diperlakukan secara tidak adil. Sebaliknya, ketika umat Islam berjumlah
mayoritas, toleransi mereka begitu tinggi terhadap umat lain. Dan, ketika
seorang muslim menjadi pemimpin, maka semua golongan diperlakukan secara adil,
dihargai hak-haknya, dan dilindungi jiwanya, apapun agamanya.
Peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Jerussalem oleh
Shalahuddin al-Ayyubi, dan tindakan Khalifah Umar bin Khatthab memenangkan
seorang Yahudi ketika bersengketa tanah dengan seorang Gubernur muslim
menunjukkan betapa toleransi terhadap hak kemanusiaan dan perlindungan jiwa
terhadap umat manusia harus dihormati dan ditegakkan. Tapi sayangnya, umat
Islam sendiri banyak yang tidak peduli dengan kenyataan ini.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Dalam perkara untuk mengetahui bagaimana tata cara beribadah
shalat, maka kita harus mengikuti seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Sabdanya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.
Demikian pula dalam perkara ibadah yang lain termasuk dalam perkara imamah atau imaroh khususnya
masalah syarat dan tata cara memilih pemimpin, maka kita harus mempelajarinya
dan bertanya kepada ulama yang memahami masalah tersebut.
Bila apa yang telah dituntunkan dalam al-Qur’an dan
hadits serta apa yang ditunjukkan dalam sikap dan perkataan para ulama bertolak
belakang atau tidak sesuai dengan sikap dan pilihan kita, kemudian kita tetap
ngotot dengan sikap dan piihan tersebut, maka sadarilah bahwa benih-benih
kemunafikan telah mulai merasuki ke relung-relung hati. Iman kita telah
terhempas dan pudar oleh benih kemunifikan itu. Kepada golongan ini, Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengancam dalam firman-Nya:
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا
أَلِيمًا الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ
جَمِيعًا
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa
mereka akan mendapat siksaan yang pedih (yaitu) orang-orang yang mengambil
orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka
sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah” (Q.s. an-Nisa: 139)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
من استعمل رجلا من عصابة وفي تلك
العصابة من هو أرضى لله منه فقد خان الله وخان رسوله وخان المؤمنين
“Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin
untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu (dia tahu) ada orang yang (lebih
baik) lebih diridhai Allah daripada orang yang dipilihnya, maka ia telah
berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.”
Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang di percayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui“. (Q.s.
al-Anfaal: 27)
Jama’ah Jum’at Rahimakumullaah,
Bagi mereka yang dalam perkara kepemimpinan selalu
mengabaikan masalah keimanan sebagai pertimbangan utama untuk memilih pemimpin dengan
hanya melihat faktor nasab atau kesukuan, maka Allah juga tak luput
memperingatkan mereka melalui firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ
عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi auliya bagimu, jika mereka
lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan
mereka auliya bagimu, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim” (Q.s.
at-Taubah: 23)
Siapapun calon pemimpin, entah itu yang senasab,
sesuku, teman sejawat, saudara atau bapak kita sekalipun, bila mengabaikan
urusan umat Islam dalam perkara iman atau aqidah, maka tidaklah layak bagi kita
untuk mengangkatnya sebagai wali atau pemimpin.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullaah,
Jika kita telah memahami bahwa kepemimpinan adalah
perkara prisip dalam agama bahkan dapat memberi dampak signifikan bagi segala
aspek kehidupan umat, maka tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk hanya
berdiam diri dalam masalah ini. Kalangan yang menjadi simpul-simpul umat di
segala lini harus melipatgandakan ikhtiar mereka untuk pemenangan umat. Karena
usaha kaum fasik, kafir, dan munafik pun tak kalah hebatnya dalam melakukan
propaganda melalui media-media mainstream untuk mengkamuflase niat-niat
mereka yang sebenarnya dan untuk mengaburkan fakta yang ada serta skenario yang
akan terjadi sesungguhnya.
Umat Islam harus mewaspadai media-media propaganda
politik yang membantu usaha-usaha mereka. Tabayyunlah dengan sikap skeptis
segala berita dan informasi yang mengandung aib dan
fitnah.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن
جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, ….” (Q.s.
al-Hujurat: 6).
Memilihlah karena Allah bukan karena unsur-unsur
duniawi. Jangan sembarangan memutuskan hanya karena terpengaruh oleh sebuah
blusukan yang direkaysa atau oleh satu atau dua berita yang dibumbu-bumbui
kata-kata pemanis terhadap seorang calon pemimpin.
Kemudian yang terpenting adalah, para alim ulama harus
senantiasa lebih proaktif dalam melakukan dakwah ilallah. Harus
diakui memang salah satu faktor yang turut berperan atas kelemahan umat saat
ini adalah memudarnya militansi ulama dalam berdakwah. Baik di medan politik,
ekonomi, dan pendidikan. Mereka seolah tak berdaya di hadapan penguasa zalim,
idealisme mereka juga mudah terbeli oleh pengusaha dan pejabat yang fasik.
Jama’ah Jumat Rahimakumullaah,
Allah telah menghendaki hanya ada dua pilihan yang
saling berpasangan dalam hidup ini. Ada pilihan yang baik dan ada pilihan yang
buruk, ada pilihan yang benar dan ada pula pilihan yang sesat. Tak ada pilihan
ke-3 atau ke-4. Padahal, Allah bisa saja menghendaki adanya pilihan itu.
Siapapun yang terpilih, maka itulah gambaran Indonesia kita saat ini. Allah jua
yang berkehendak bila pada bulan Ramadhan nanti, tepatnya pada tangal 9 Juli, kita
akan menentukan siapakah wali (pemimpin) bagi 200 juta lebih penduduk negeri
ini. Tepat ketika kita berpuasa pada bulan itulah, kesadaran dan kepekaan iman
kita sebagai muslim berada pada level tertingginya. Hanya iman yang benarlah
yang dapat meilihat dengan bashirah-nya terhadap kebenaran atas
setiap kehendak-Nya. Bila kehendak Allah itu menggoyahkan iman dan menimbulkan
perih dalam jiwa kita kelak, maka sesungguhnya Allah sedang menguji iman kita.
Dan yakinlah, sesungguhnya Allah juga hendak menyampaikan sebuah pesan
sebagaimana yang terkandung dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ
الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang yang
zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan amal yang mereka
lakukan.” (Q.s. al An’am: 129)
Sekali lagi, jangan berdiam diri dalam perkara penting
ini. Berusahalah walau hanya dengan sebait doa yang tulus:
Allahummanshurnaa ’Alaa Man ‘Aadaanaa, Walaa Tusallith
‘Alainaa Bidzunuubinaa Mallaa Yakhoofuuka Walaa Yarhamunaa.
(Ya Allah, tolonglah kami terhadap orang-orang yang
memusuhi kami dan janganlah karena dosa-dosa kami, diri dan negeri ini dikuasai
oleh orang-orang yang tidak takut kepadamu dan tidak menyayangi kami)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ،
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ
وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُلِلّهِ حَمْدًاكَثِيْرًاكَمَااَمَرَ.
وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّللهُ وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَهُ. اِرْغَامًالِمَنْ
جَحَدَبِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُاْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَااتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ
وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ
اَمَّا بَعْدُ: فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ
!! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ.
وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَفِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى
بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا: اِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْه
وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَاصَلَّيْتَ عَلىَ
سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. في
ِالْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌمَجِيْدٌ
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاوَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ
عَنَّاالْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ.
وَسُوْءَالْفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَا وَمَابَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً
وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِالْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَالله اِنَّ اللهَ
يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يذكركم وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَر
Sumber: www.dakwatuna.com
0 komentar:
Posting Komentar